Kerja Kapal
Ini adalah kisah pribadi Eri Pare seorang mantan Dining Room Steward Holland America Line. Menyenangkan, itulah gambaran awal ketika berniat untuk mencoba kerja di kapal pesiar. Keliling dunia gratis, mengunjungi pusat-pusat obyek wisata dunia, dibayar tinggi untuk ukuran Indonesia, mengenal bangsa lain dengan karakter yang berbeda.
Ketika diterima bersama sekitar 40 orang lainnya, kami diharuskan untuk mengikuti pelatihan di BPLP Bali kemudian disambung di Lenteng Agung. Untuk beberapa diantara kami saat itu bete juga harus menjalani pelatihan ini karena banyak diantara kami adalah lulusan D3 perhotelan sehingga materi yang harus kami pelajari adalah sebatas pengulangan materi di bangku kuliah. Tapi prosedur itu memang harus dijalani untuk mencapai keseragaman skill yang harus kami kuasai sesuai standar yang Holland America Line minta.
Suka duka menjalani pelatihan itu akan banyak menyita halaman tulisan ini bila saya ceritakan lengkap. Namun ada pengalaman yang tidak bakal saya lupakan. Saya pernah menjatuhkan patung gede di BPLP Bali karena tertabrak saat mengejar waktu dalam praktek F&B service. Padahal itu patung 3 kali ukuran badan saya yang kurus. Pihak akademik BPLP Bali meminta saya untuk mengganti patung itu. Bayangkan saja kalau saja yang mesti membelinya sendiri di kawasan Batu Bulan dan menggendong itu patung yang segede anak gajah ke kampus BPLP di Nusa Dua. Berkesan sekali. Di Lenteng Agung lain lagi ceritanya. Kita harus belajar dari pagi hingga malam disela waktu istirahat makan siang dan makan malam. Membosankan dan stressful, hingga saya sempat terkena migraine. Tapi karena motivasi untuk kerja di kapal begitu menggebu, tidak terasa waktupun berlalu.
Selepas Lenteng Agung adalah masa harap-harap cemas. Menunggu adalah pekerjaan yang tidak menyenangkan. Satu demi satu diantar kami mendapatkan panggilan kerja, hingga akhirnya giliran saya pun datang juga. Kami semua dikirim ke ss Rotterdam sebab kapal ini menjadi kapal latih bagi rookie seperti kami.
Kerja keras menjadi bagian keseharian hidup kami. Minggu-minggu pertama menjadi neraka, para senior menjadikan kami sebagi bahan perpeloncoan. Tampang-tampang bingung dan panik sangat jelas di wajah-wajah kami. Kami juga belum melakukan mind set adjustment yang sangat Indonesia dengan lingkungan yang jauh berbeda. Mandi keringat selalu membanjiri tubuh kami. Sangat melelahkan.
Jam kerja dining room steward disesuaikan dengan jam makan. Kami harus kerja sejak breakfast, lunch, dinner hingga late snack. Waktu antara jam makan merupakan waktu istirahat kami. Meski kadang diantar waktu itu kami juga harus bekerja, contohnya afternoon tea setelah kerja lunch. Kerja di afternoon tea sangat menyebalkan sebab kami kerja dari lunch disambung afternoon tea kemudian langsung prepare untuk kerja dinner.. I hate it!
Menjelang kerja dinner adalah keengganan kami. Kerja dinner sangat menguras energi, apalagi bagi mereka yang kerja di afternoon tea benar-benar sudah loyo kelelahan Kenapa, sebab kami akan menghadapi dua periode makan malam dari jam 5.30 sampai 10.30 malam. Makanya setelah dinner wajah-wajah penat tergambar di setiap dining room steward terutama anak-anak baru seperti kami. Selepas late snack yang merupakan makan malam bagi kami di mess room, dengan lunglai kami menuju kabin untuk merebahkan diri supaya besok pagi kami siap untuk berpeluh kembali. Kami bekerja rata-rata selama 11 jam sehari, 7 hari per minggu selama kontrak kecuali bila sakit dan bersambung……
By Kerja Kapal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar